Murka ke Customer Service? Enggak Deh
Rasanya manusia memang punya satu kegiatan default yang akan dilakukannya ketika dia tidak puas. Semacam sifat yang sudah tertanam dalam jiwa, saya rasa. Komplain.
Dalam satu hari ada saja yang komplain soal A, B, C dan/atau sampai Z. Komplain biasanya disampaikan ke Customer Service (CS) atau semacamnya dengan harapan keluhannya bisa teratasi dan masalahnya bisa terselesaikan. Saya, Anda, mereka, kita semua (pernah) melakukannya, bukan? Ada yang dengan sabar, dan ada pula yang berujung murka.
Yang cukup sabar akan menerima jawaban dari CS dengan sikap ‘baiklah (dan mungkin terima kasih).’ Sementara mereka yang berujung murka akan menyampaikan sumpah serapah dipenuhi mimik wajah merah penuh amarah.
Saya pribadi adalah tipikal orang yang tidak cukup sabar dalam menerima tanggapan CS. Dulu saya juga tipikal pemarah dan ketika sudah marah akan habislah CS karena murka saya. Namun waktu berjalan dan saya belajar bahwa menyampaikan murka kepada CS itu membuang waktu karena tidak berguna selain membuat ciut nyali si CS dan memuaskan hasrat untuk marah.
Hal ini saya sadari setelah memahami bagaimana sistem distribusi (atau entah apa istilahnya) CS dan yang berhak mengurus ini-itu dalam sebuah perusahaan. CS baik online, offline, atau yang menggunakan media lain (jika ada) sebagian besar hanya bertugas untuk menerima dan menyampaikan informasi. Menerima informasi dari yang berkuasa di sebuah perusahaan dan menyampaikannya kepada publik. Begitu juga sebaliknya, dia menerima informasi dari masyarakat dan menyampaikan kepada yang berhak di perusahaan tersebut. Dengan sistem yang demikian tidak semua hal bisa diputuskan oleh CS dan oleh karenanya membutuhkan mereka yang berhak untuk mendapatkan keputusan.
Sebagai contoh adalah urusan teknis. CS biasanya bukan tempat yang tepat untuk mengadukan masalah teknis. CS akan kagok memberikan jawaban karena memang itu bukan bidangnya. Untuk mendapatkan jawaban soal ini ia harus mendapatkan informasi dari pihak teknikal untuk kemudian diteruskan kepada yang melakukan komplain. Jika Anda protes kepada CS untuk urusan teknis, Anda salah sasaran. Yang bisa dilakukan adalah menyampaikan kepada CS dengan harapan mendapatkan tanggapan dari pihak teknikal.
Ketika saya perhatikan, biasanya CS akan menyampaikan kepada yang bisa dijangkaunya. Dari titik ini akan diproses lagi kepada pihak terusan (mungkin yang berhak dan bisa) untuk diselesaikan. Ada masalah yang dengan mudah terselesaikan dan tidak jarang yang menemui jalan buntu. Ketika jalan sudah buntu, adalah beban moral bagi CS karena dia berada di posisi buah simalakama. Menyampaikan kalau tidak beres kena semprot pelanggan, tidak menyampaikan bahwa urusannya tidak beres juga akan ditagih. Berat sudah bebannya.
Komplain tentu saja boleh dan halal, karena itu hak pelanggan. Tetapi saya sadar bahwa sebagai pelanggan saya juga harus cerdas. Saya akan dengan senang menyampaikan semprotan ke direktur (jika bisa) daripada nyemprot ke CS. Selain tidak berguna, kasihan mereka juga.
Image credit: tls360.com