Ban Serep
Beberapa minggu yang lalu, saya berbincang-bincang dengan beberapa teman di bawah sebuah pohon yang cukup rindang ditemani semilir angin yang rasanya bagaikan di pinggir pantai (salah seorang mengatakan ‘semilire puooollll’) ditemani seorang dosen yang kebetulan tidak ada kerjaan. Perbincangan kami sebenarnya tentang organisasi kami, dan hal-hal menyangkut hal itu. Setelah cukup perbincangan tersebut, maka seperti biasa jika kami sudah bertemu dan ngobrol, perbincangan akan mulai berpindah ke hal-hal lain yang entah penting atau tidak.
Perbincangan hari itu membawa kami ke pembicaraan tentang pacar. Si dosen yang kebetulan sudah berumur (namun belum juga menikah) mengatakan bahwa mendobel pacar itu boleh saja. Siapa tahu suatu saat putus dengan satunya, jadinya kan sudah siap dengan penggantinya. ‘bukankah mobil punya ban serep sebagai ganti’ begitu katanya. Saya pun terkekeh dan menimpali, ‘setuju pak, ban serep itu perlu’. Suasana menjadi riuh antara setuju dan tidak setuju atau tawa kekeh yang memenuhi seantero bawah pohon rindang.
‘Ban serep.’ Hmm… perlukah? Apakah perlu memiliki atau setidaknya menyiapkan pacar lain selain si dia? Lalu bagaimana menyikapinya?
Masing-masing orang mempunyai kebijakan tersendiri untuk dirinya. Dan masing-masing orang mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya. Pacar lain atau ‘ban serep’ memang sebuah fenomena yang tidak jarang ditemui baik cewek maupun cowok. Memiliki pacar labih dari satu entah bertujuan sebagai ban serep atau sebagai wujud ingin disebut sebagai orang yang memiliki predikat pacarnya banyak. :D
Memiliki ‘ban’ satu saja adalah hal yang cukup, dengan begitu pengaturan kehidupan dan pembagian jatah akan terasa mudah dan tidak akan menimbulkan keributan yang cukup berarti pada akhirnya. Dengan memiliki satu ‘ban’ maka akan mudah merawat dan menjaganya. Tidak ada perasaan berdosa karena harus membohongi satu untuk hal lainnya. Tidak ada kesulitan pembagian waktu dan hal lain pula. ‘ban’ yang cukup satu akan membuat kehidupan lebih indah, karena dunia hanya milik berdua, dengan memiliki ‘ban serep’ maka dunia akan menjadi milik berbanyak.
Jika alasan ‘ban serep’ adalah sebagai ganti ketika ‘ban’ yang satu sudah tidak bisa diselamatkan, itu alasan yang bagus. Namun, dunia akan terasa lebih menantang jika ketika ‘ban’ sudah tidak ada dan usaha untuk mendapatkan kembali dilakukan. Akan lebih menantang jika anda harus mencari penggantinya melalui proses yang cukup memakan waktu daripada jika anda sudah punya ‘serep’nya.
Jika ada yang mengatakan, lha wong mobil saja punya ‘ban serep’, bahkan motor vespa saja punya kok, maka saya akan bertanya, apakah anda mau jika disamakan dengan ban (tyre)? Jawabnya ada di dalam hati anda, dan jangan lupa ini adalah sebuah wacana.