Semenjak kedatanganku di kota Semarang untuk kuliah, seingatku hanya sekali aku ikut ambil bagian di kegiatan keagamaan di sekitar tempat tinggalku. Itupun, karena saat itu aku berada di wilayah sebuah organisasi islam besar di Indonesia. Dan setelah itu, aku tidak sekalipun ikut andil dalam kegiatan2 keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalku. Memang, secara jujur aku akui kalau aku termasuk orang yang mempunyai banyak aktifitas. Bahkan, kos bagiku hanyalah tempat untuk tidur, dan mandi.

Beberapa bulan lalu, tepatnya 8 Januari 2008 aku berpindah kos dari yang berjarak hanya 100 meter dari kampusku ke jarak yang kurang lebih aku tempuh dalam waktu 15 menit berjalan kaki ke kampusku. Kebetulan sekali, di sebelah kos adalah masjid yang digunakan untuk kegiatan ibadah warga di daerah situ. Walaupun ukurannya mungil, namun masjid ini mempunyai agenda kegiatan yang tidak kecil. Di depan masjid ini saja tertera tanda tangan Walikota Semarang dalam peresmian masjid ini.

Menjelang hari Maulid Nabi Muhammad SAW. pada suatu malam aku diajak teman se-kos untuk mengikuti rapat untuk kegiatan peringatan tersebut. Dengan ringan aku melangkah saja ke masjid yang menjadi tempat berkumpul saat itu. Yang aku lihat adalah sekelompok bapak2 warga sekitar masjid dan selain itu adalah pemuda yang semuanya adalah anak kos yang tinggal denganku. Hanya ada dua orang cewek lain yang kebetulan memang warga di situ.

Hari Jum’at, 21 Maret lalu kami mengadakan pengajian yang dihadiri oleh warga sekitar. Dan yang menjadi penceramah saat itu adalah Ketua PWNU Jawa Tengah yang kebetulan Calon Wakil Gubernur Jawa Tengah periode mendatang, Bapak KH. Muhammad Adnan, MA. Ketika acara dimulai, aku sedikit terkagum dengan banyaknya warga yang hadir, walaupun 98% adalah warga yang notabene sudah tua, namun antusiasme mereka cukup besar.

Masjid

Pesan dari penceramah adalah bagaimana dari peringatan Maulid ini ada atsar (bekas) yang terus ada dalam diri masing-masing seorang muslim. Walaupun, sebagai seorang manusia tidaklah mungkin untuk sepenuhnya meniru Rasulullah namun sebagai umat Rasul adalah meneladani walaupun hanya hal kecil. Beliau bercerita bagaimana Rasulullah mempunyai kebiasaan minum menempelkan bibir di sisi gelas bekas bibir istrinya.

Salah satu pesan dari penceramah adalah dari cerita tentang seorang sahabat yang mendapatkan kedudukan tinggi di mata rasul walaupun bukan seorang sahabat yang terkenal. Si sahabat mendapatkan kehormatan itu karena sholawat yang dibacanya. Inilah bunyinya “Allahumma sholla ‘ala Muhammadin ‘adada man sholla ‘alaihi. Wa sholli ‘ala Muhammadin ‘adada man lam yusholli ‘alaihi” yang artinya: Ya Allah, berikanlah sholawat atas Muhammad sebanyak orang yang bersholawat kepadanya, dan berikanlah sholawat atas Muhammad sebanyak orang yang belum bersholawat kepadanya.

Jadi… mari meniru kebiasaan Rasul, walaupun hanya kebiasaan kecil. Bukankah itu sebuah bentuk cinta?