Menolak Pemekaran – Editorial MIOL
ARUS pemekaran wilayah mulai berbalik. Kalau selama ini hasrat untuk memekarkan wilayah seperti air bah yang tak bisa dibendung, setapak demi setapak kini kesadaran bahwa pemekaran justru menambah sakit tubuh wilayah mulai tumbuh.
Itulah yang terjadi Rabu (13/2) lalu, ketika sejumlah perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mereka menolak usul pemekaran Provinsi Papua Barat sebagaimana yang termaktub dalam 21 draf rancangan undang-undang (RUU) tentang pembentukan delapan provinsi dan 13 kabupaten yang diloloskan DPR menjadi RUU inisiatif dewan.
Dasar penolakan mereka sangat jelas. Yakni, jumlah penduduk Papua Barat yang hanya 2,3 juta jiwa tidak cukup untuk pemekaran. Selain itu, usia provinsi tersebut yang belum mencapai 10 tahun merupakan waktu yang prematur untuk dinilai kinerjanya dalam menyejahterakan rakyat.
Bagi Papua, pemekaran hanya akan menambah beban keuangan daerah. Sebab dana otonomi khusus Papua akan habis untuk anggaran aparatur birokrasi. Saat ini saja alokasi terbesar anggaran Papua diperuntukkan bagi biaya birokrasi, yakni 60%. Adapun untuk fasilitas publik dan urusan yang terkait dengan hajat hidup rakyat masing-masing hanya 20%.
Jika dimekarkan, anggaran birokrasi tentu semakin membengkak. Belum lagi peluang terjadinya penyelewengan anggaran proyek yang juga makin besar.