@KopdarBudaya: Mimbar Bebas [Diskusi] Untuk Semua
Diskusi bagi saya memberikan banyak hal dan penting. Dari diskusi saya jadi tahu hal-hal yang sebelumnya tak saya mengerti atau sekedar tahu. Dan di dalamnya saya juga bisa berbagi pendapat atau pengetahuan dengan yang lain atau sekedar bertemu dan menyapa orang lama maupun baru.
Hal yang juga saya suka dari diskusi adalah kesetaraan posisi antara satu dengan yang lain karena forum diskusi tak mendewakan siapa sebagai pembicara utama. Diskusi memberikan wadah bagi semua untuk memiliki peran yang sama pentingnya. Tak peduli ia lulusan universitas atau buta huruf. Selama ia paham dan memiliki informasi tentang satu hal maka ia berhak mengutarakan pendapat dan ilmu yang ia punya di negara yang bebas merdeka ini.
Saya mulai menyukai diskusi sejak di pesantren dulu yang kami sebut Bahtsul Masail. Acara diskusi di pesantren saya diadakan setiap bulan dan merupakan sebuah diskusi tingkat kelas mengenai banyak hal. Dari persoalan politik luar negeri hingga hal-hal yang menyangkut fiqih. Ketika memang ada hal yang levelnya lebih besar, biasanya acara ini menjadi acara tingkat pesantren dan semua kelas menyatu.
Selain acara Bahtsul Masail, belakangan saya juga aktif dalam diskusi di luar pesantren dengan beberapa mahasiswa. Jika dalam pesantren kami memiliki aturan dan topik yang jelas, diskusi dengan para mahasiswa ini bersifat bebas. Iya, karena ini sebenarnya hanyalah acara nongkrong dan begadang untuk ngobrol ngalor-ngidul soal macam-macam. Dari gosip artis sampai gosip pendidikan dan kancah politik tingkat kecamatan. Mimbar yang biasanya penuh asap rokok ini cuma terdiri dari 5-6 orang saja dan sifatnya lebih sering.
Masa kuliah pun saya masih aktif dengan kegiatan diskusi baik level bebas di kos-kosan maupun tingkat himpunan kemahasiswaan. Bagi saya diskusi sudah menjadi bagian dan saya menyukainya.
Namun kebiasaan berdiskusi saya akan hal-hal yang biasanya serius ini memudar dan nyaris hilang sama sekali ketika saya lulus kuliah dan sibuk bekerja. Setelah mengenyam dunia kerja paling mendekati hanyalah forum diskusi formal seperti acara obrolan langsat atau sejenisnya. Formal dan cenderung kaku.
Sampai saya menemukan dan hadir dalam KopdarBudaya semalam yang kebetulan membahas mengenai Soekarno for President 2014 bersama dengan mas Iman Brotoseno.
Sebagaimana forum diskusi jaman dulu, KopdarBudaya dimulai dengan pembicara yang memulai dengan obrolan mengenai topik tersebut. Seiring berjalannya waktu yang lain akan menimpali dengan pertanyaan, sanggahan, maupun pernyataan lain baik pro maupun kontra. Hasilnya adalah sebuah forum bebas yang hidup sehingga ujungnya adalah munculnya ide-ide baru.
KopdarBudaya sendiri semalam sudah volume 19, yang artinya sudah merupakan bulan ke 19 karena diadakan sebulan sekali pada setiap hari Jumat di minggu ketiga. Saya sendiri baru kali ini hadir walau sebenarnya tahu sudah cukup lama.
Yang berbeda dari KopdarBudaya menurut saya adalah dua hal: tempat dan tema. Meskipun namanya KopdarBudaya, tempat yang digunakan tidaklah selalu tempat-tempat yang memiliki peran atau cerita dalam kebudayaan. Kalau Anda membayangkan dan mengharapkan diskusi ini berada di museum atau sejenisnya, salah. KopdarBudaya justru lebih sering di kafe baik dalam mall ataupun di luar. CMIIW.
Soal tema, KopdarBudaya memiliki tema yang berbeda dari mimbar-mimbar lainnya. Seringnya tema yang diangkat adalah sesuatu yang jarang dipikirkan oleh kebanykan orang. Bahasa kerennya, nyleneh. Toh nyleneh tak selalu berarti buruk, kan?
Setelah beberapa tahun di Jakarta dan sibuk dengan dunia pekerjaan, akhirnya saya menemukan forum yang bisa membuat saya bebas untuk berpendapat, mengutarakannya dan juga mendapat hal baru. Forum diskusi yang telah lama hilang dari kehidupan saya akhirnya hadir kembali.
Lalu kapan saja KopdarBudaya diadakan dan di mana? Simak saja di kopdarbudaya.com atau via @kopdarbudaya. Karena saya pun tak tahu. :P
Bagaimana denganmu? Suka berdiskusi juga? Tertarik dengan KopdarBudaya?