Ketika Lampu Merah Itu Padam
Tidak banyak orang yang suka dengan lampu merah. Lampu di sudut jalan yang biasanya terdiri dari tiga lampu dengan warna merah, kuning, dan hijau ini memang seringkali membuat jengkel. Dan saya, adalah salah satu yang tidak terlalu suka dengan lampu merah.
Ketika lampu merah menyala, mau tak mau semua kendaraan harus berhenti. Tak peduli sedang terlambat menuju kantor. Atau sedang ditunggu kekasih di depan rumah sejak dua jam lalu. Ketika lampu merah menyala, antrian kendaraan akan semakin panjang. Dan ketika lampu merah menyala, kadang bertemu dengan pengamen bencong menjadi tak terelakkan. :D
Tapi pernahkah terbayang bagaimana jadinya jika semua lampu merah itu padam? Ketika semua lampu di sudut jalan itu hanya memancarkan cahaya berwarna hijau? Tak ada warna merah. Tak ada hitungan mundur yang menjengkelkan.
Iya. Semua orang tahu lalu lintas akan berantakan karena semua kendaraan mau berjalan lebih dulu. Tidak ada yang mau mengalah karena semua terburu-buru –atau setidaknya nampak terburu-buru. Macet di mana-mana dan bunyi klakson akan semakin memenuhi ruang-ruang di setiap sudut jalan.
Jika mau dipikir, ternyata lampu merah memberikan banyak keuntungan. Bagi kita. Pengendara. Lampu merah memberikan kita waktu untuk merenggangkan otot-otot tangan dan kaki yang lelah dan tegang setelah sekian lama memegang kemudi. Atau mungkin sekedar melepaskan pandangan ke sisi lain dari bagian kendaraan dan menyaksikan detail beberapa bagian jalan. Dan tentu saja, membantu mengatasi kemacetan karena lalu lintas lebih terkontrol.
Dan tak lupa. Lampu merah adalah berkah bagi mereka yang biasanya ada di sudut jalan. Pengamen –bencong atau tidak bencong, penjaja makanan dan minuman, pengemis, dan tak lupa penjual koran.
Catatan: terinspirasi dari lagu yang dinyanyikan dua orang pengamen dalam Kopaja 19