Seperti yang kita tahu, turis itu suka ke Bali. Hal ini juga saya buktikan ketika sudah berkantor di Belanda dan ketemu dengan banyak orang dari berbagai negara. Mereka hampir pasti pernah ke Bali. Tapi sebenarnya, kenapa?

Karena ingin meneruskan tradisi bisa donor darah selama di Indonesia, saya memutuskan untuk mencari informasi bagaimana supaya bisa donor darah di Belanda. Setelah gagal di janji temu pertama dengan Palang Merah (Rood Kruis), akhirnya ditelepon dan diminta datang hari Kamis (minggu lalu).

Maka setelah pulang kantor saya mengayuh sepeda ke Sanquin, pusat donor darah di Belanda, yang ternyata berjarak cuma lima menit. Sesampainya di sana, resepsionis pun menyodorkan kuesioner yang berisi sekitar 40 pertanyaan tentang kesehatan mulai dari obat-obatan yang pernah dan sedang dipakai, tato, penyakit yang pernah diderita, dan kehidupan sex. Selain itu, saya diminta untuk menonton video berdurasi satu menit dan 45 detik tentang proses screening sebelum menjadi donor.

Ya, karena ini pertama kalinya saya akan berdonor, maka ada kewajiban untuk dites apakah darahnya layak didonorkan atau tidak dan juga tes tentang kesehatan si pendonor.

Setelah dua hal itu selesai, maka saatnya bertemu dengan dokter untuk pengecekan kuesioner dan pemeriksaan kecil. Ketika bertemu dokter inilah hal detail diri saya terungkap.

  • Pernah sakit parah? Nggak. Check.
  • Sedang mengkonsumsi obat? Nggak. Check.
  • Lahir dan besar di luar Belanda, check!
  • Di mana persisnya? Jawa, Indonesia. Check.

Di sinilah hal menarik dan diskusi terjadi, karena saat ini saya masuk kategori tidak masuk kategori pendonor darah.

Menurut katalog kebijakan Palang Merah Belanda, Indonesia adalah salah satu negara yang masuk daerah dengan dua kategori penyakit. Yang pertama saya lupa, tapi yang kedua adalah daerah dengan status malaria aktif. Sedangkan kebijakan di sini, pendonor darah TIDAK BOLEH memiliki imun tubuh terhadap parasit malaria. Seseorang yang pernah pergi ke daerah di Indonesia mungkin terpapar parasit malaria, dan jika tidak sakit dalam beberapa waktu berarti tubuhnya telah memiliki kekebalan atau imun terhadap parasit tersebut.

Sebagai orang yang besar dan tinggal di Indonesia, maka sangat mungkin tubuh saya memiliki kekebalan terhadap malaria. Yang lebih parah lagi adalah, saya barusan mudik ke Jawa saat lebaran kemarin dan baru kembali ke Belanda bulan Juni. Yang artinya, sangat mungkin ada parasit malaria dalam tubuh ini dan masih hidup. Untuk memastikan bahwa parasit malaria telah lenyap dari tubuh dibutuhkan waktu empat bulan.

Nah, kasusnya akan berbeda JIKA saya lahir, besar, dan tinggal di Bali. Karena menurut Palang Merah, Bali masuk dalam wilayah pengecualian kasus malaria, semacam Bali sudah bebas malaria.

Risiko di Indonesia

Saya pun kaget mendengar pernyataan dokter di Sanquin ini. Karena pada kenyataannya, tentu saja Bali tidak bebas malaria.

Kasus malaria memang sangat bisa dikatakan tidak ada di Bali, begitu juga dengan wilayah kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Hal ini setidaknya diamini oleh NHS Inggris dan CDC Amerika. NHS malah menyatakan bahwa kasus malaria di Jawa dan Bali masuk kategori minim hingga tidak ada sama sekali, begitu juga beberapa wilayah di Sumatera.

Peta persebaran malaria di Sumatera

Peta persebaran malaria di Jawa dan Bali

Ya tetapi mungkin Belanda punya kebijakan tersendiri sehingga mengecualikan Bali tetapi tidak untuk wilayah Jawa, meskipun Jakarta. Tapi setidaknya saya jadi tahu kenapa turis suka ke Bali saja.

Meski saya belum pasti bisa menjadi pendonor darah, tapi pengambilan sampel darah tetap dilakukan untuk pengujian terhadap penyakit lain yang meliputi HIV, HTLV, Hepatitis, TB, dll. Jika semuanya OK, bulan Oktober nanti saya perlu datang lagi untuk memastikan bahwa saya bebas dari parasit malaria. Dan setelah semuanya beres, barulah bisa mendonorkan darah ini.

Sebelum pulang saya sempat bertanya, bagaimana kalau ternyata tidak bisa mendonorkan darah? Pilihannya adalah menjadi plasma donor. Menjadi plasma donor berarti menyumbangkan protein yang disaring dari darah sementara sel darah merahnya dikembalikan ke dalam tubuh. Plasma ini nantinya disumbangkan ke pasien untuk pembentukan antibodi. Manfaat lain dari sel plasma adalah riset pembentukan obat untuk banyak jenis penyakit.