Donor Darah Pertamaku
Tubuh saya terhuyung pelan ke belakang hingga nyaris jatuh sebelum akhirnya kaki kanan saya kembali menjejak. Sedetik kemudian, seorang perempuan muda yang kemudian saya ketahui bernama Ozka berujar, “Hati-hati! Tanahnya rapuh. Kayak hati.”
Sambil tertawa pelan saya menjawab, “Okay. Mari saya twitkan!” Dan satu menit kemudian, tweet ini lahir: https://twitter.com/#!/saifulmuhajir/status/112830889418956800
Kurang lebih kejadian di kebun Springhill inilah titik awal saya melakukan donor darah untuk pertama kalinya.
Selepas bermain –dan makan kacang panjang serta tomat– di kebun yang dikelola Jakarta Berkebun kemudian menikmati ketan di daerah Kemayoran, kami berempat (saya, Ozka, Krisna dan Fanny) berniat pulang. Karena memang baru kenalan, kami pun ngobrol ke sana-kemari dan tiba-tiba obrolan beralih ke topik donor darah. Ketika ditanya apakah saya pernah donor darah, saya jawab belum. Pertanyaan berlanjut apakah mau donor darah. Layaknya anak kecil yang ditawarin layang-layang, dengan semangat saya menjawab mau. Dan kurang lebih begitu juga dengan Krisna.
Setelah Ozka mendapatkan jawaban dari kami, dengan ringan dia menyalakan lampu sign ke kiri dengan tujuan PMI Kramat. Tak berapa lama, kami pun menginjakkan kaki di lantai 5 gedung PMI Kramat yang kemudian sontak saya berteriak, “Wow!” Lantai 5 yang digunakan untuk tempat melakukan donor ini ramai sekali –kalau tidak bisa dikatakan penuh.
[caption id=“attachment_1084” align=“aligncenter” width=“480” caption=“Saya dan Krisna sedang mengisi formulir pendaftaran”][/caption]
Saya dan Krisna pun meminta formulir pendaftaran kemudian mulai mengisi sementara Ozka menjadi pemandu yang baik. Mencoba menjelaskan apa-apa yang harus kami isi serta menyerahkan formulir kepada siapa. Setelah menyerahkan formulir kepada petugas, kami pun menunggu bersama puluhan pendonor lain. Sembari menunggu dipanggil, kami mengobrol di sela-sela menonton Formula 1 dari satu-satunya televisi yang ada di lantai itu. Dalam obrolan saat menunggu itulah Ozka menceritakan banyak hal terutama proyek Shoebox dan #BreakfastOnTheRoad yang digagasnya. Saya cuma bisa merinding dan merasa tidak update karena baru tahu mengenai kedua proyek sosial tersebut.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai proyek Shoebox, silakan ke http://shoeboxproject.wordpress.com/
Setelah menunggu kurang lebih satu jam, akhirnya nama saya pun dipanggil. Kali ini adalah proses pengecekan Hemoglobin. Setelah ditanya golongan darah dan tanggal lahir, jari tengah tangan kiri saya pun ‘ditembak’ dengan alat entah apa itu. Jari saya pun dipencet-pencet untuk mengeluarkan beberapa tetes darah di atas kertas dan lempengan sejenis kaca.
Petugas pun memasukkan lempengan tadi ke mesin dan beberapa detik kemudian mesin memunculkan angka 16.1. Di saat itu si petugas sibuk menggosok-gosok darah yang dipisahkan menjadi dua bagian setelah dicampur dengan cairan yang saya tidak tahu namanya. Karena ini adalah tahap I, maka selesai dari pemeriksaan ini saya kembali duduk menunggu untuk pengambilan darah.
Sekitar pukul 21.00 WIBB, nama saya dipanggil untuk tahap 2 yaitu pengambilan darah. Proses dimulai dengan cek tekanan darah dan pertanyaan apakah saya minum obat dalam 24 jam terakhir dan lain sebagainya. Selesai cek tekanan darah, ternyata saya harus menunggu untuk mendapatkan tempat yang baru saya dapat 25 menit kemudian.
Setelah berbaring di tempat pengambilan darah, seorang perempuan muda menanyakan golongan darah dan memastikan tanggal lahir saya. Sembari menunggu dimulainya pengambilan darah, saya nyeletuk, “Mbak, kenapa sih ditanya tanggal lahir? Memangnya tanggal lahir sama darah ada hubungannya ya?” Saya tidak mendengar dengan jelas apa yang diucapkan si mbak, tapi saya bisa memastikan bahwa dari jawaban si mbak petugas darah dan tanggal lahir tidak berhubungan. :D
Sambil tersenyum kecil karena pertanyaan tadi, petugas memasang alat di tangan kiri saya dan menusukkan jarum yang terhubung dengan kantong darah di bawah. Dari titik jarum tersebut menusuk, saya dapat merasakan denyutan dengan cukup jelas. Dugaan saya sih karena darah yang masuk ke kantong darah yang ada di bawah saya itu.
[caption id=“attachment_1085” align=“aligncenter” width=“461” caption=“Tangan kiri dan jarum yang terhubung dengan selang”][/caption]
Menit-menit pun berlalu dan petugas mulai menghentikan aliran darah ke kantong dengan gunting. Selang pun dipotong dan beberapa tetes darah dimasukkan dalam tabung mini yang katanya digunakan untuk sample. Setelah itu proses berlanjut ke pencabutan jarum. “Tahan dan tekuk di sini ya mas,” ujar petugas sambil menyerahkan kapas beralkohol yang telah menempel pada bekas lubang jarum. Saya pun menurut. Satu menit berlalu hingga petugas memasang plaster pada bekas jarum sambil menyarankan untuk melipat tangan kiri saya selama dua menit. “Kuatir bocor,” imbuhnya.
Selesai dari tempat pengambilan darah saya menuju meja pengambilan kartu donor untuk mengambil kartu dan multivitamin. Dari meja yang dijaga oleh seorang pria yang sibuk mengetikkan nama-nama dengan mesin ketik –you read that right– saya keluar dan kembali ke ruang tunggu. Sebenarnya saya bisa mendapatkan kopi, mi gelas dan/atau susu, namun saya mengabaikannya.
Jadi, begitulah donor darah pertama saya yang sukses tanpa hambatan. Semuanya berkat Ozka yang dengan baik mau mengantarkan saya ke PMI. Hari ini saya merasa sehat tanpa keluhan apapun. Lubang jarum telah sirna menyisakan sebuah titik kecil berwarna kemerahan. Oya, meskipun kami sampai di PMI sekitar pukul 19.00 WIBB dan baru pulang pukul 21.45 WIBB namun waktu total yang saya butuhkan untuk donor tak lebih dari 15 menit saja.
Sebenarnya saya sudah kepengen berdonor lagi. Sayangnya, di kartu donor tertulis, “Silakan datang setelah tanggal 30/11/2011.” Baiklah.
Buat yang belum donor, silakan ke PMI terdekat dan donorkan darahmu karena ada banyak sekali orang yang membutuhkan darah. Sekantong darahmu mungkin bisa menyelamatkan satu nyawa. Yuk!