Semasa kecil saya tak pernah terbiasa menggunakan weker untuk alat yang dapat membangunkan saya dari tidur. Semasa kecil hingga SMP, yang membangunkan adalah Ibu (saya biasa memanggilnya emak) atau jika bukan maka saya bangun dari tidur secara mandiri. Tidak terlalu pagi memang. Dan saya juga tak pernah bangga dengan itu. :|

Semasa duduk di bangku SMA, yang mana saya tinggal di pesantren, pun tak ada weker. Kami akan bangun setelah mendengar gedoran pintu kamar dari petugas piket beriringan dengan suara ‘Qumuu, akhi! Qumuu!’ dan dentang besi dipukul tiga kali. Atau jika itu tak mempan, maka semprotan air dingin ke kaki yang menjadi senjata selanjutnya. Dengan air dari bukit yang sungguh minta ampun dinginnya, kasus susah bangun setelah mendapat semprotan air tergolong langka.

Begitu juga semasa kuliah. Tetap tak ada weker.

Saya mulai aktif memanfaatkan weker sebagai alat untuk membantu bangun dari tidur setelah akhirnya lulus dan bekerja. Jam masuk kantor yang pagi dan jam tidur yang sering larut membuat saya merasa butuh akan hal itu. Dan letak weker ternyata memiliki pengaruh terhadap bangun atau tidaknya saya dari tidur ketika mendengar suara itu.

Weker andalan saya adalah handphone. Sebenarnya saya memiliki jam meja –gratisan– yang juga dapat berfungsi sebagai weker sekaligus. Namun, rasanya weker di handphone ini lebih sreg di hati. Mungkin karena tak ada repotnya memutar jarum-jarum jam ke angka yang saya mau. Atau bisa jadi juga karena di handphone saya bisa menggunakan suara yang pas sebagai weker. Entahlah.

Kembali ke letak. Dulu, saya biasa meletakkan handphone (yang berperan sebagai weker) di atas kasur, bagian mana saja, atau di dekat bantal. Dengan model ini asumsinya adalah getar dari handphone dan suara yang nyaring akan mampu membangunkan saya yang tidurnya selalu nyenyak ini. Hal ini berlangsung lama dan hasilnya tak seperti yang saya harapkan. Kerap kali saya bangun, mematikan alarm, dan kembali mendengkur. :(

Setelah berlangsung lama dan merasa tak efisien, pikiran saya teringat akan sebuah tulisan –yang saya lupa judul maupun sumbernya– tentang tidur. Dalam tulisan tersebut ada tips agar tidak terlambat bangun yang salah satunya adalah meletakkan weker jauh dari tempat tidur. Teorinya, jauhnya alarm akan memaksa kita untuk (benar-benar) bangun (dari kasur) dan mematikan alarm. Dengan demikian, kembali mendengkur setelah mematikan alarm dapat dicegah.

Saya pun melakukannya. Sejak saat itu saya meletakkan weker di atas meja –yang tak terlalu jauh dari kasur karena ukuran kamar kos yang sempit. Dengan cara ini, kasus bangun setelah mendengar weker dan kembali ke kasur untuk melanjutkan tidur berkurang secara signifikan. Ya, kira-kira 9:1 dengan kekalahan di pihak tidur-kembali-setelah-mematikan-weker. Yay!

Dimana letak wekermu? Kasur? Meja? Dan apakah itu efektif? Jika tidak, mungkin perlu dievaluasi. :)

Gambar dari: Flickr