Bagi yang percaya bahwa Tuhan itu ada, salah satu imbas dari keyakinannya adalah bahwa di balik hidup yang serba rumit dan kadangkala kacau ini ada TANGAN yang mengaturnya. Mengaturnya dengan sangat baik sekali, sehingga semuanya berjalan dengan sempurna. Saya percaya Tuhan. Dan salah satu dari imbasnya adalah saya meyakini bahwa ada TANGAN BESAR yang mengatur kehidupan manusia dan alam, khususnya kehidupan saya pribadi. Keyakinan ini semakin menguat dalam diri tatkala saya mulai menyadari dan merasakan betapa TANGAN BESAR itu (sang SUTRADARA) ada sehingga perjalanan kehidupan saya terasa sangat sempurna dan indah.

Dimulai dari kehidupan saya ketika masa kanak-kanak hingga sekolah dasar. Saya terlahir di sebuah dusun dimana PLN saja tidak ada, maksudnya adalah tidak ada listrik dari PLN. Sekolah Dasar pun tidak ada di dusun itu, apalagi jalan beraspal. Saat duduk di sekolah dasar (3 kilometer dari dusun), satu hal yang saya inginkan adalah bisa menjadi juara kelas. Dalam kelas yang selalu berisi orang yang sama dari kelas satu hingga tamat, yang selalu menjadi juara kelas adalah teman perempuan yang satu itu, inisialnya M. Tubuhnya mungil, cantik, anak orang kaya di kampung yang membuat saya naksir setengah mati (saya baru mengaku kali ini). Hebatnya, saya sekelas dengan dia hingga SLTP. Dan bodohnya saya (mungkin juga nekat) saya masih naksir dia hingga kelas 3 SLTP, padahal dia adalah bintang kelas dan tentu saja ditaksir banyak cowok (termasuk saya :lol: ).

Oke, kembali ke juara kelas. Si M, yang berasal dari desa sebelah, selalu menjadi juara kelas hingga kelas 3 SLTP di kelas dimana saya dan dia berada. Dari rapor yang saya lihat, nilai saya ternyata hanya 6 dan 7 sewaktu SD. Bayangkan, betapa bodohnya saya. Itu tandanya saya tidak dapat apapun, apalagi mimpi juara. Hingga kelas 6 sekolah dasar, nilai saya tertinggi total hanya 73 yang membawa saya memiliki tulisan ‘Peringkat Kelas ke 11 dari 41 siswa’. Nah, ternyata karena misi saya adalah menjadi juara kelas, impian saya tidak padam. Ketika saya pertama kali menerima rapor di kelas 1 SLTP, saya berada di peringkat yang sama di kelas 6 SD dari 40 siswa. Alhamdulillah, semakin saya mendekati kelulusan SLTP nilai saya terus naik hingga di akhir kelas tiga saya selisih 2 orang di bawah si M yang masih juara kelas. Saya berada di peringkat 3 dari 40 siswa. Saya bangga karena perjuangan itu tidak sia-sia walaupun hanya sampai di peringkat 3. Saya bertanya-tanya, apa yang membuat si M, si cantik yang bisa selalu menjadi juara kelas? Apakah karena di desanya sudah ada listrik?

Berlanjut ke SMA (Madrasah Aliyah tepatnya). Di sebuah MA yang terletak di Bondowoso, 10 jam perjalanan dari dusun dengan kompetitor yang tidak main-main karena datang dari berbagai penjuru nusantara. Madura, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jakarta, Sumatera, Maluku, NTB, NTT, Timor Leste, Bali, Irian dan kota lain di Jawa Timur. Di sekolah dengan kompetisi yang ketat inilah, saya akhirnya menjadi juara kelas. A dream comes true. Yeah, I did it! I made it! Sebuah perjuangan yang membuahkan impian menjadi kenyataan. Setelah menjadi juara kelas di kelas dua, saya memutuskan pindah ke Tuban yang bisa ditempuh 3 jam perjalan dari dusun. Di sekolah kedua ini, di ujian nasional saya masih berada di peringkat pertama. Kepala yayasan melongo karena tidak menduga seorang Saiful, si anak dusun, bisa menjadi juara kelas. Ini wajar karena memang sebelumnya, di kelas tiga di sekolah ini, saya sering tidak bersungguh-sungguh karena saya selama setahun saya bergaul dengan mahasiswa dan alumni beberapa universitas yang sering membuat saya begadang untuk membicarakan banyak hal. Mereka adalah aktivis dan mantan aktivis kampus masing-masing. Kami membicarakan banyak hal. Mulai dari bagaimana menyuarakan aspirasi hingga debat keilmuan. Ini juga yang membawa saya pada teater yang menurut saya luar biasa (saya pernah bermain sekali). Di sini juga saya belajar filsafat, di sini juga saya belajar tentang ideologi dan Marx serta yang lainnya.

Berasal dari dusun, keluarga saya jauh dari kata ‘kaya’. Rasanya juga kurang dari kata berkecukupan, karena saya tahu keuangan keluarga. Saya tidak patah semangat untuk bisa kuliah. Setelah menunggu selama setahun sejak lulus saya bekerja jadi tukang ketik di Surabaya saya mendapat beasiswa untuk kuliah di sebuah universitas swasta di Semarang. Semuanya berjalan dengan baik, dan saya memulai bertransformasi setelah pertemuan saya dengan seseorang. Keinginan saya untuk terus belajar membawa saya kepada pertemuan dengan banyak orang dari berbagai kalangan. Ketika saya ingin melihat dunia luar selain Indonesia karena iri karena orang-orang kaya yang pulang pergi ke negara ini negara itu, saya dianugerahi beasiswa yang membawa saya ke Malaysia untuk study comparative selama dua minggu. Di kampus ini juga, berbagai kemudahan saya dapatkan dengan bantuan teman-teman yang luar biasa. Termasuk bagaimana saya ‘merampok’ laptop atau komputer sana-sini untuk belajar dan mengerjakan tugas kuliah hingga tugas akhir. Dari sini juga saya belajar banyak hal yang menambah wawasan keilmuan saya termasuk menjadi seorang trainer hingga membawa kecintaan saya akan manajemen dan motivasi serta psikologi.

Hari ini, keinginan saya untuk mengembara ke Jakarta terpenuhi. Saya bekerja di sebuah bank swasta di Jakarta sebagai IT person. Teman se-meja saya adalah seorang yang sangat baik. Dia mau menjelaskan kepada saya tentang ekonomi dan bahkan saham serta investment. Saya juga dapat kos yang bagus dengan harga yang lumayan murah di kelurahan Senayan (20 menit dari kantor). Di kos ini juga, saya mulai belajar tentang ilmu hukum dasar dari teman kos yang sarjana hukum.

Betapa hidup ini dengan indahnya mengatur kehidupan saya. Keinginan-keinginan terpenuhi dengan sempurna. Betapa Tuhan itu sangat baik. Betapa SUTRADARA itu adalah satu-satunya sutradara yang pantas dijuluki ‘THE BEST DIRECTOR’. Hari ini saya semakin yakin, bahwa jika kita baik pada kehidupan, maka kehidupan juga akan baik (baik sekali malah) kepada kita. Saya merasa bahwa kehidupan memberikan semua yang saya butuhkan. Jika ada kebutuhan saya yang belum terpenuhi, maka saya akan belajar mempersiapkan diri. Karena saya sepenuhnya yakin bahwa ketika kita siap, maka yang kita butuhkan akan diberikan. Jika ada kebutuhan yang belum diberikan kepada kita, itu pasti karena diri kita sendiri lah yang belum siap untuk menerimanya. sm/27310/me.