Ketika masih jadi mahasiswa, saya lebih suka surfing dan oprek-oprek di lab daripada masuk kelas untuk kuliah. Sebagian besar jam kuliah saya malam dan ketika di kelas hampir 90% saya ngantuk atau malah tertidur. Why? Membosankan. Period.

Ternyata, tidak hanya saya yang malas ke kelas untuk kuliah. Yang bayar berjuta-juta lebih tinggi dari kampus saya juga ada yang seperti itu. Masih untung saya masuk sambil ngantuk-ngantuk, yang lain malah memilih tidak berangkat. Sepertinya kuliah model begitu memang sudah tidak populer untuk digunakan, apalagi jika dosennya agak [maaf] kuper dan monoton. Amit-amit jabang bayi.

Nah, bagi yang malas masuk ke kelas buat kuliah saya punya ide bagus. Tidak hanya untuk mahasiswa, namun juga untuk dosen bahkan untuk sang pemilik instansi pendidikan. Apakah itu? Kuliah via Twitter alias Kul-Twit. [silakan ngakak] :D

Idenya sederhana: dosen harus punya akun Twitter yang difollow oleh mahasiswanya dan mahasiswa harus punya akun Twitter untuk follow. Kuliah tidak perlu kelas, cukup via tweet. Para dosen silakan mengumumkan jadwal kuliahnya kepada para mahasiswa dan selanjutnya kuliah pun dilangsungkan.

Kalau nggak percaya, silakan simak kuliah yang biasa disampaikan oleh @hotradero @gm_gm (Goenawan Mohamad) @assyaukanie @komar_hidayat (Komaruddin Hidayat) dan lain sebagainya. Mahasiswanya ribuan dan kelasnya selalu penuh. Ada yang waktu kuliah juga lagi kerja, ada yang juga lagi makan di kafe, ada yang lagi nonton bola dan lain sebagainya.

Manfaatnya? Banyak sekali. (1) Masing-masing tidak perlu harus hadir di satu tempat. Dengan begitu (2) baik dosen maupun mahasiswa bisa mengerjakan beberapa hal sekaligus. (3) Mahasiswa yang suka ngantuk juga berkurang, karena nggak harus duduk dan diam mendengarkan (misal: sambil dengerin musik). Dan lain sebagainya.

Bagaimana kalau ujian? Sederhana: dosen meminta para mahasiswa mengirim essay ke email dosen. Yang tidak mengirimkan, tidak dapat nilai. Paperless, sayang lingkungan.

Absensi? Hari gini masih mikirin absensi ya? Saya rasa yang penting bukan kehadiran tetapi bagaimana mahasiswa memahami apa yang harus dipahami. Saya tunggu komentarnya. (tpos/sm/in)