Seorang ayah sedang berjalan-jalan bersama sang anak yang masih berumur 6 tahun ke sebuah bukit yang cukup terjal. Di atas bukit, sang ayah berkata kepada anaknya, ‘Nak, dengan seluruh kekuatan yang kamu miliki, mampukah kamu menggeser batu besar di sana itu?’. Sang anak merasa tertantang dan kemudian memperhatikan batu yang ditunjuk ayahnya. Batu itu memiliki tinggi kira-kira 50 centimeter dan lebar 85 centimeter. Dilihat dari komposisinya, batu itu terlihat sangat kekar dan seorang bocah berumur 6 tahun seperti dirinya sepertinya akan susah memindahkan dari tempatnya. ‘Hanya menggeser saja kan, yah?’ tanya sang anak mencoba meyakinkan pendengarannya. Sembari tersenyum sang ayah menjawab, ‘Ya. Menggeser saja. Dengan kekuatanmu seluruhnya.’ jawab sang ayah ketika melihat keraguan dari mata anak kesayangannya.

Setelah cukup yakin dengan apa yang dilihatnya, sang anak mulai mendekati batu. Dengan sekuat tenaga dia mencoba memindahkan batu seperti yang dipinta ayahnya. Lima menit berlalu, sang ayah masih menyaksikan anaknya berjuang dengan sangat keras untuk memindahkan batu tersebut. Namun, batu tersebut tak bergeming. Sama sekali. Si anak mulai berkeringat dan menjadi basah kuyup oleh keringatnya. Dia masih berusaha dan terus berjuang dengan mengeluarkan seluruh kekuatan yang ada pada dirinya. Sementara batu itu tak jua bergeming, sang ayah duduk dan memperhatikan sambil sesekali melemparkan senyum kecil ke arah sang anak. Sepuluh menit berlalu, hingga ‘Ayah, cukup. Saya sudah mencoba mengeluarkan seluruh kekuatan saya, tapi tidak ada hasilnya. Batu itu terlalu besar. Terlalu berat. I can’t. Mungkin ketika saya berumur 12 tahun esok.’

‘Kemarilah anakku. Duduklah di sini, di sebelah ayah.’ jawab sang ayah dengan lembut. ‘Ayah tahu, kamu pasti akan merasa keberatan untuk menggeser batu di sana itu.’ lanjutnya setelah sang anak duduk. ‘Lalu, kenapa ayah menyuruhku menggeser batu tersebut?’ tanya sang anak penasaran. ‘Aku mengatakan, dengan seluruh kekuatanmu. Sudahkah kamu gunakan seluruh kekuatanmu untuk menggesernya?’ sang ayah balik bertanya. ‘Sudah. Aku sudah mengerahkan seluruh kekuatanku.’ jawab sang anak meyakinkan. ‘Benarkah?! Di sini, saat ini, berapa banyak kekuatan yang ada padamu? Kamu hanya menggeser batu tersebut dengan kekuatan yang ada di tubuhmu. Bukan kekuatanmu seluruhnya. Bukan seluruh kekuatanmu. Apakah kamu meminta ayah untuk membantumu?’ tanya sang ayah. ‘Tidak.’ jawab sang anak pendek. ‘Nak, yang dimaksud kekuatan seluruhnya adalah apa-apa yang mungkin bisa engkau capai. Apa-apa yang bisa engkau raih atau gunakan. Itulah kekuatanmu seluruhnya. Jika aku mengatakan seluruh kekuatanmu, maka kekuatanku juga adalah bisa menjadi kekuatanmu jika kau pinta karena aku ada di dekatmu.’

Seringkali, manusia dihadapkan pada persoalan dan permasalahan yang rumit serta nampaknya di luar kemampuan dimiliki. Karena merasa tidak mampu, beberapa mengambil jalan pintas untuk menyelesaikannya. Narkoba, minum-minuman keras, dan lain sebagainya, atau yang lebih buruk lagi adalah bunuh diri. Tuhan telah mengatakan bahwa DIA hanya akan memberikan masalah sesuai dengan kemampuan masing-masing manusia. JanjiNYA adalah janji yang pasti ditepatiNYA. Jadi, jika seseorang memiliki persoalan maka persoalan itu pasti bisa dilaluinya dengan kekuatannya. Kekuatan seluruhnya. Yang dibutuhkannya adalah mengumpulkan seluruh kekuatannya dan kemudian menyelesaikannya. Bukan berlari ke sesuatu yang lainnya atau bahkan negatif. Seringkali, manusia menyerah setelah memandang bahwa dirinya tidak mampu sebelum berpikir bahwa ada kekuatan lain yang bisa digunakannya.

Jika ada masalah yang nampaknya mustahil untuk diselesaikan sendirian, maka berbagi adalah solusinya. Meminta pertolongan kepada manusia lainnya untuk mendapat kekuatan secara menyeluruh. Saudara, teman, keluarga, orang tua atau yang lainnya. Meminjam dan atau meminta kekuatan yang mereka miliki dan menggunakannya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah jalan keluarnya. Karena setiap persoalan ada jalan keluarnya, maka permasalahan sebesar apapun akan selesai dengan baik dan bisa berakhir indah.

Manusia dilahirkan berpasangan adalah untuk menjadi makhluk sosial yang senang berbagi, bukan dilahirkan untuk hidup sendiri-sendiri. Kekuatan itu tidak akan pernah berkurang walau dibagi dengan yang lainnya. Sebaliknya, kekuatan itu akan bertambah dan bertambah banyak jika dibagi. Satu lagi janji Tuhan adalah bagi mereka yang bersyukur akan ditambahkan apa yang disyukurinya. Salah satu bentuk syukur adalah membaginya dengan orang lain.

Jika telah sampai pada ujung persoalan dan kemampuan yang ada di diri ini terasa habis, maka sudahkah kita meminta orang lain untuk membantu kita dengan kekuatannya? Apakah telah kita gunakan seluruh kekuatan yang kita mampu miliki?

Disadur dari sisa ingatan saya dari sebuah buku yang hilang ‘Unknown Author - Hikmah dari Seberang’. The Power of Share - sm/28310/ua.

PS. Silakan di jawab lewat komentar. Di sebuah jalan terjadi kecelakaan mobil yang berisi seorang ayah dan anak laki-lakinya. Sang ayah meninggal dan si anak dilarikan ke rumah sakit oleh ambulans yang datang terlambat. Sesampainya di unit gawat darurat, seorang dokter menghampiri dengan tergesa-gesa. Si dokter terperanjat dan berteriak ‘Oh, Tuhan. Ini anak saya.’ Siapakah dokter tersebut? :cmiiw: